RSS

Kamis, 22 Maret 2012

Terlalu Banyak Canda Tawa, Cermin Kebobrokan Hati


Wahai saudariku muslimah, ketahuilah bahwa menghiasi diri dengan keindahan ilmu berupa bagusnya budi pekerti, akhlak yang baik, selalu bersikap tenang, berwibawa, khusyu`, tawadhu`, tidak tergesa-gesa dan senantiasa bersikap istiqomah secara lahir maupun batin, serta tidak melakukan segala yang bisa merusaknya adalah suatu perkara yang sangat penting, bahkan tidak kalah pentingnya daripada belajar ilmu-ilmu aqidah, ilmu hadits dan selainnya. Imam Ibnu Sirrin berkata, ”Dulu para ulama mempelajari budi pekerti sebagaimana mereka mempelajari ilmu.”
Maka hendaknya seorang penuntut ilmu memberikan perhatiannya pada perbaikan akhlak sebagaimana perhatiannya pada ilmu. Karena hal inilah yang sering sekali terlupakan. Bahwa seseorang tersibukkan dengan ilmu, namun lupa akan kewajibannya dalam memperbaiki akhlak. Tidaklah cukup kebaikan agama tanpa kebaikan akhlak. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah bahwa “Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya di antara mereka.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Hibban)
Sebab Kerasnya Hati
Sesungguhnya kerasnya hati disebabkan oleh empat perkara apabila dilakukan melebihi kadar yang dibutuhkan, yaitu makan, tidur, berbicara, dan bergaul. Demikian pula halnya dengan banyaknya bercanda dan tertawa. Dari Abu Hurairahradhiyallahu `anhu, Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda, yang artinya,”Janganlah banyak tertawa, sesungguhnya banyak tertawa itu mematikan hati” (HR. Ibnu Majah). Dan cukuplah disebut dengan keburukan akhlak jika ia menghiasi akhlaknya dengan hal-hal yang dapat merusak hatinya.
Raja` bin Haiwah berkata kepada seseorang, ”Sampaikanlah kepadaku sebuah hadits, tapi jangan sampaikan hadits dari riwayat orang yang berpura-pura mati, juga jangan dari orang yang suka mencela.” Kedua riwayat ini diceritakan oleh Al-Khatib dalam kitab Al-Jami`, lalu beliau berkata, ”Wajib bagi para penuntut ilmu hadits untuk menghindari suka bermain,  berbuat yang sia-sia, dan bersikap rendah dalam majelis ilmu, seperti tertawa terbahak-bahak, banyak membuat lelucon, senantiasa bersenda gurau. Senda gurau itu hanya diperbolehkan kalau dilakukan hanya kadang-kadang saja, asal tidak sampai melanggar adab dan sopan santun dalam menuntut ilmu. Adapun kalau dilakukan secara terus menerus, mengucapkan ucapan kotor dan jorok serta yang bisa menyakitkan hati, semua itu adalah perbuatan tercela. Sebab banyak senda gurau dan tertawa akan menghilangkan kewibawaan dan harga diri”.
Ada sebuah pepatah, ”Barangsiapa yang banyak melakukan sesuatu, maka dia akan dikenal dengannya.” Maka, jauhilah segala perusak ilmu ini baik dalam majelis maupun dalam semua pembicaraanmu.
Senanglah Beruzlah
Hendaknya seorang penuntut ilmu berhati-hati pula dari menyibukkan diri dengan manusia, karena sesungguhnya hal itu akan melalaikan banyak manfaat dan waktu yang berharga, serta akan menghilangkan keindahan dan cahaya ilmu.
Al-Humaydi berkata, “Pertemuan dengan manusia tak akan mendatangkan faidah apa-apa, Kecuali hanya menambah pembicaraan yang tak tertata. Kurangilah intensitas bertemu dengan mereka selain untuk menuntut ilmu atau melakukan kebaikan.”
Wahai saudariku para penuntut ilmu, maka senanglah beruzlah, janganlah kau rusak hatimu dengan terlalu banyaknya engkau berbaur dengan sahabat-sahabatmu, dengan banyaknya engkau melempar candaan dan perkataan-perkataan yang tidak berguna, karena itu akan mengeraskan hatimu, menyebabkanmu lalai tanpa engkau sadari dan kemudian berkuranglah semangatmu dalam menuntut ilmu. Engkau lupa dengan dzikrullah, engkau juga akan sulit memperoleh kekhusyukan dalam sholatmu, karena sesungguhnya dasar dari kekhusyukan adalah kelembutan hati.
Dalam Shaidul Kathir, Ibnu al-Jauzi telah menuliskan tiga pasal, yang ringkasnya demikian, ”Saya tidak melihat dan mendengar manfaat yang lebih besar daripadauzlah, karena uzlah adalah sebuah ketenangan, sebuah keagungan, sebuah kemuliaan, sebuah tindakan untuk menjauhkan diri dari keburukan dan kejahatan, sebuah kiat untuk menjaga kehormatan dan waktu, sebuah cara untuk menjaga usia, sebuah jalan untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang mendengki, sebuah perenungan tentang akhirat, sebuah persiapan untuk bertemu Allah, sebuah pemutusan jiwa raga untuk melakukan ketaatan, sebuah pemberdayaan nalar terhadap hal-hal yang bermanfaat, dan sebuah eksplorasi terhadap nilai dan hukum dari dalil-dalil yang ada.”
Penyakit hati itu tersembunyi
Saudariku, ketahuilah bahwa meremehkan masalah hati mengakibatkan kebinasaan, maka hindarilah segala perkara yang dapat mengeraskan atau mematikan hati kita. Ketahuilah pula bahwa penyakit hati itu tersembunyi, ia tidaklah tampak. Terkadang orang yang terkena penyakit ini  tidak mengetahuinya..maka seringkali ia lalai darinya. Jika ia mengetahuinya, ia akan kesulitan untuk bisa bersabar menahan pahitnya obat, karena obat penyakit hati adalah menyelisihi hawa nafsu.
Maka waspadalah terhadap segala perkara yang dapat memalingkan hati kita dari ketaatan, sekecil apapun itu. Jangan sampai kita datang ke majelis-majelis ta`lim, tapi sebenarnya hati kita tidaklah hadir tanpa kita sadari karena hati kita telah terkikis kelembutannya. Kita mendengarkan kalamullah, namun jiwa kita tidak juga tergetar, hati kita tidak luluh, tidak pula tunduk apalagi menangis… sedangkan perlu diketahui bahwa akal manusia untuk dapat memahami itu ada di dalam hatinya (Tafsir Ibnu Katsir QS.Al-Ankabut:49). Lalu bagaimanakah jika hati itu telah mengeras??
Takutlah dengan firman Allah yang artinya, “Ketika mereka melenceng, maka Allah lencengkan hati mereka, dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”(QS. As-Shaff: 5)
Wal iyyadzubillah….
Dari Abu Musa Al-Asy`ari radhiyallahu `anhu, dia berkata bahwa Rasulullahshallallahu`alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya hati itu seperti bulu yang berada di padang Sahara, dimana angin senantiasa membolak-balikkannya” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Hati laksana pakaian putih yang dapat ternoda karena kotoran yang sangat sedikit, bahkan dapat membekas pula padanya. Hati juga seperti cermin yang sangat jernih, yang sedikit noda akan tampak padanya. Oleh karena itu, hati dapat dikacaukan oleh waktu yang hanya sesaat, perkataan, gurauan, apalagi tertawa yang berlebihan. Kemudian tanpa dia sadari hatinya pun mulai mengeras, tidak lagi sensitif terhadap kebenaran dan mulai terhinggapi syubhat yang mengaburkan.
Ingatlah “hari dimana tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak, kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang selamat” (QS. As-Syu`ara: 89)
Wahai saudariku, adakah yang lebih berharga dari hati yang selamat??? Maka marilah kita bersungguh-sungguh untuk menjaga hati-hati kita kemudian tutuplah serapat mungkin perkara-perkara yang dapat mengeraskannya, banyaklah meminta perlindungan dan berdoa dengan doa yang telah diajarkan oleh nabi kita yang mulia. Dari Anas, Rasulullah berdoa, “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas dienMu.”
Adapun lanjutan dari hadits tersebut, bahwa Anas bertanya, ”Wahai Rasulullah, kami beriman kepada engkau dan ajaran yang engkau bawa, apakah engkau mengkhawatirkan kami?” Beliau menjawab, ”Iya, sesungguhnya hati-hati itu berada di antara dua jari jemari Allah, Dia  membolak-balikkannya sesuai dengan yang Dia Kehendaki” (HR. Tirmidzi).
Maka masih adakah alasan untuk menunda atau mempertimbangkan perkara ini? Atau adakah yang masih bisa menyangkal dengan mengatakan bahwa bersikap longgar dalam hal seperti ini adalah sebuah sikap toleransi?? Sesungguhnya ada sebagian orang yang beralasan,”Ah, ngga papa kok, insyaAllah aku bisa jaga hati”, Sungguh ini adalah bualan syaitan!!!
Atau dia berkata,”Ah, cuma sebentar saja kok”, atau “Ah, cuma sekali ini saja, ngga papa lah”. Subhanallah, apakah dia merasa yakin dengan masih adanya umur di satu jam mendatang, satu menit mendatang, atau beberapa detik kemudian?? Apakah dia telah mendapat izin dari Allah untuk mengatur umurnya sendiri?? Sehingga tak ada rasa takut terbersit dalam dirinya??
Maka marilah kita renungkan firman Allah, yang artinya, “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyu mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak diantara mereka menjadi orang-orang fasik.” (QS.Al-Hadid:16)
Demikianlah semoga Allah meluruskan langkah-langkah kita, dan menganugerahkan semuanya dengan ketakwaan, serta kebaikan dunia dan akhirat. Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu`alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat beliau.
[Ummu Yusuf Jasmin]
Maraji’ :
  • Al Qur’an al Kariim
  • Syarh Hilyah Thalibil `Ilmi [terj.], Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin,    Pustaka Imam Syafi’i.
  • Ishlakhul Qulub [terj.], Abdul Hadi bin Hasan Wahbiy, Pustaka Ausath.
  • Tazkiyatunnafs, Dr. Ahmad Farid, Pustaka Arafah.

0 komentar:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan menggunakan kata - kata yang sopan :)